Terbuka saat Level Karakter mencapai Lv. 80
Dalam sistem Perang Cawan Suci, pria itu diklasifikasikan sebagai pemanah. Bagi seseorang yang esensinya berputar di sekitar "pedang", sebutan itu mungkin seperti semacam ejekan, tapi pria itu tidak peduli.
"Ayolah, dibandingkan dengan bertarung secara langsung, bukankah membunuh musuh dari jauh lebih efisien?"
"Atau kamu berharap aku menyapu semuanya dengan meriam cahaya seperti para pendekar pedang itu? Jangan konyol. Aku ini cuma orang biasa, aku tidak punya energi magis sehebat mereka."
Meskipun begitu, bila dibutuhkan, pria itu tidak pernah menolak pertempuran jarak dekat. Berkat kekuatan "Kanshou and Bakuya" yang bisa dia hasilkan dalam jumlah nyaris tak terbatas, dia mampu menggunakan teknik pedang yang mengejutkan dan membuat lawannya kewalahan.
"Kalau peluru biasa bisa membunuh musuh, aku juga tidak mau repot-repot begini."
"Tapi kalau kamu benar-benar ingin belajar jurus ini ... mulailah dengan sering-sering masak di dapur dan berlatih teknik memotong sayur."
"Aku tidak bercanda. Kalau kamu pikirkan dengan sungguh-sungguh, ada banyak hal bisa dipelajari dari memasak. Kita ambil contoh yang paling mendasar seperti persiapan bahan. Kalau mau cepat makan makanan lezat, kamu harus menguraikan langkah memasak setiap hidangan, mengatur urutannya, dan sebisa mungkin selesaikan beberapa hal dalam waktu bersamaan. Begitu terbiasa dengan pola pikir seperti ini, kamu bisa menerapkannya ke berbagai hal dan menghemat banyak waktu."
"Contoh lainnya adalah mengatur besar api saat menumis. Para pemula sering salah mengira kalau menumis itu cuma memasukkan bahan-bahan yang berbeda ke dalam wajan secara berurutan sampai semuanya matang."
"Untuk bahan-bahan yang lama matangnya, memang tidak masalah, tapi itu tidak bisa diterapkan ke bahan-bahan masakan yang lain. Masing-masing bahan makanan punya suhu dan waktu memasak yang ideal, dan wajar kalau ada yang bertolak belakang."
"Jadi dalam kebanyakan kasus, kita harus mengelompokkan bahan makanan, mengatur api sesuai kebutuhan tiap kelompok bahan makanan, juga tahu kapan harus mematikan api dan mengangkat wajan. Dan jadilah hidangan yang sedap, wangi, dan menarik."
Ya, begitu membicarakan topik yang berhubungan dengan dapur, pria yang biasanya irit bicara itu akan langsung bercerita panjang lebar. Bagi pria yang seluruh hidupnya dihabiskan untuk bertarung ini, sepertinya yang mendefinisikan dirinya bukanlah keadilan maupun penderitaan, melainkan sesuatu yang akrab dengan kehidupan sehari-hari seperti masakan rumahan.
"Seperti yang kukatakan sebelumnya, kalau bisa membunuh musuh dari jauh dengan peluru, maka tidak ada orang yang akan mau ambil risiko untuk bertarung dari jarak dekat. Begitu pula halnya dengan takdir."
"Keberadaanku hanya membuktikan satu hal: Di suatu sudut dunia yang jauh, ada tempat di mana orang-orang harus bertarung hidup dan mati melawan takdir dengan pedang di tangan setiap hari, atau mereka tak akan punya harapan untuk bertahan hidup."
"Meskipun aku pernah berjuang di sana untuk mereka, tapi dunia bisa berubah karena orang-orang terus melawan takdir."
"Sedangkan aku ... hanyalah seorang pria yang tidak punya apa-apa, dan bahkan belum bisa mengalahkan takdir."
Tidak diragukan lagi, dia akan terus melangkah di jalan "menyelamatkan umat manusia" ini.
Sama seperti dirinya yang selalu senang memasak untuk teman-temannya.