Argenti

Kesatria klasik dari "Knight of Beauty".
Sifatnya yang jujur, berintegritas dan terhormat membuatnya patut dihormati. Dia seorang pengembara yang menjelajahi alam semesta seorang diri dan mempraktikkan Path "Beauty".
Menjaga reputasi "Beauty" di alam semesta adalah tugas Argenti: Untuk menjalankan tugas ini, dia harus taat dalam bertindak, dan bisa membuat orang terkesan saat mengalahkan musuh dengan senjatanya.

Kampung halamannya pernah mengalami peperangan selama bertahun-tahun. Di tengah peperangan, ingatan masa kecilnya penuh dengan pertumpahan darah dan asap ledakan. Waktu dia ada di bawah tanah untuk berlindung dari tembakan meriam, dia membongkar timbunan batu bata dan menemukan sebuah okarina.
Dia mencoba meniupnya untuk melantunkan melodi ....
Tapi musik yang dia mainkan itu malah lebih mirip seperti sebuah tragedi.

Tapi bagi dirinya, suara okarina itu adalah satu-satunya "tempat pelarian bagi jiwanya".

Seiring waktu, nada-nada itu terbenam dalam ingatannya dan menjadi sebuah momen yang "misterius" baginya. Hingga bertahun-tahun kemudian, dia menyelamatkan anak kecil di tengah peperangan saat sedang mengembara ke suatu tempat. Waktu anak kecil itu memberinya sebuah okarina sebagai tanda terima kasih, ingatannya pun kembali terlintas.
Dia memegang okarina itu, teksturnya begitu mewah dan sempurna. Ketika dia meniupnya, tekanan udara akan mengeluarkan nada-nada yang membangkitkan emosi dalam ingatannya ....
Tapi musik yang dia mainkan tetap saja seperti sebuah tragedi.

"Aku bodoh sekali, memainkan alat musik ini saja tidak bisa ...."
Dia merasa tidak tenang. Setelah berpikir sejenak, keberanian pun muncul kembali di dalam hatinya. Dia kembali mencoba meniupnya untuk melantunkan melodi ....
Nadanya tidak berubah, tapi kali ini dia tertawa.

"Aku tetap mencintainya, aku benar-benar mencintainya ... Aku percaya ia adalah wujud dari 'Beauty'."
Dia menyimpan okarina itu dan melanjutkan perjalanannya tanpa keraguan.

Setelah meninggalkan kampung halamannya, dia menjadi pengikut seorang tetua perguruan yang sudah berusia lanjut.
Saat istirahat siang setelah berlatih fisik dan mental, tetua itu juga menceritakan kehidupan di zaman dulu — cerita para pengembara galaksi yang mengaku pernah menyaksikan keberadaan "Beauty".

"Zaman itu adalah dunia indah dan tenang yang membuat orang-orang meneteskan air mata karena keindahan yang tersimpan di dalamnya."
"Konon setelah Idrila jatuh, ia akan terus melewati reinkarnasi selama tiga belas Era Amber dan kembali di sebuah tempat di alam semesta ini pada bulan ketiga belas."

Selama bertahun-tahun, gurunya setiap hari selalu mengajarkan semangat "Beauty" kepadanya:
Bagaimana cara menggantikan lantunan "puisi" dengan ketaatan dalam "bertempur" untuk menerapkan semangat "Beauty".

Dia pun paham. Hal itu adalah prinsip dan kualitas yang harus dimiliki seorang kesatria.

Tapi sebelum selesai mengajarkan banyak hal padanya, gurunya sudah meninggalkan dunia ini. Dia kembali berjalan sendirian, memikirkan arti keberadaannya seperti waktu dia baru meninggalkan kampung halamannya. Tapi kali ini dia tidak merasa "kesepian", dia hanya mementingkan bagaimana cara menjadi seorang "kesatria" yang sejati.

Dia pernah tinggal di sebuah kota tua dan membersihkan jalanan kota itu hingga menjadi seperti baru.
Dia memusnahkan monster-monster yang menjadi mimpi buruk bagi orang-orang. Pada musim semi berikutnya, kelinci-kelinci pun kembali melompat-lompat melintasi hutan.
Dia juga pernah mengembara bersama seorang "kesatria" lainnya selama beberapa saat. Kesatria itu bilang dia yakin ada berkat dewi yang menyertai zirahnya.

"Menyerahkan jiwa juga memiliki arti: setiap pertemuan yang terjadi mungkin saja merupakan pertemuan yang terakhir, tapi tetap harus menjalaninya dengan gagah berani."
"Ayo kita berjuang, sahabatku."

Dia menatap noda bekas pertempuran di tombaknya, ini adalah bukti dirinya telah melindungi "Beauty".
Dia mengusap noda di tombaknya, ini adalah bukti ketaatan terhadap "Beauty".

Sejak berjalan di Path "Beauty", dia pun mulai menghadapi berbagai macam "ujian" ....
Baik dalam bentuk doa, penyesalan, atau kedatangan tiga iblis yang mengacaukan pikirannya lewat bisikan.

Setelah dia menghunus "tombaknya" dan mengalahkan hasutan tiga iblis, kelemahan, ketamakan, dan gangguan pun menghilang.
Dia mempersembahkan jiwa dan hidupnya untuk Aeon Beauty.

Bisikan tiga iblis itu seperti gumaman dalam wujud yang berbeda, mereka menjelma menjadi berbagai macam hasrat di tengah kekacauan pikiran manusia:
Meraup keuntungan dan tidak malu berbuat dosa, haus akan kuasa dan mau menuruti hasutan.
Tergila-gila akan perang dan ingin memakan segalanya, lupa diri dan kemudian menganggapnya sebagai hal biasa.

Darahnya akan menetes dari rambut panjangnya demi kehormatan di medan perang. Dia menempatkan tombaknya di sini, langit pun memberkatinya dengan ketajaman abadi ....
Suara gurunya yang sudah meninggal dan rekannya dulu senantiasa terngiang di kepalanya. Tombak itu tidak akan patah kecuali pemiliknya menyerah.

Ketika dia bersimbah darah dan hampir kehilangan kesadaran, dia mendengar gumaman yang tidak jelas asalnya:

"Kalian menolak keburukan dan menyebarkan keindahan. Kalian adalah 'Knight of Beauty'.
Setiap kali menang, kalian harus mengontrol diri, karena kalian akan melihat keinginan untuk berbuat jahat dari dalam hati kalian."

"Selamat, kamu sudah melewati 'ujian cermin'."

Para kesatria punya cara yang berbeda untuk menjaga sikap "Beauty":
Ada yang seumur hidup berpegang teguh pada keyakinannya sendiri, ada yang terus berasumsi dan terus mematahkan asumsinya sendiri.
Ada yang mendapat penghargaan karena menaklukkan medan perang, ada yang merasa dirinya sendiri tidak berharga dan tidak pantas menerima anugerah "Beauty".

Tapi orang-orang itu tetap mencari keberadaan "Idrila" di alam semesta.
Dia bersumpah untuk rendah hati, berbelas kasihan, dan adil. Sumpah ini tidak pernah dilanggar sepanjang perjalanannya. Dia memegang teguh kedisiplinan "Beauty", keyakinan itu pun berubah menjadi obsesi.
"Orang aneh ... Knight of Beauty adalah sekumpulan orang-orang aneh!"

Setelah rumor kematian "Idrila" tersebar di alam semesta, keraguan mereka pun semakin menjadi-jadi:
Ketaatan yang lebih dalam malah dibalas dengan lebih banyak keraguan. Tawa yang lebih keras malah dibalas dengan lebih banyak keanehan.
Kalau kita menilik sejarah, segala "kehormatan", "reputasi", dan "keburukan" akan sirna ditelan oleh waktu.

Ini menandakan akhir dari segalanya.

Ketika dia bertemu kembali dengan "kesatria" yang pernah mengembara bersamanya, kesatria itu sudah tersesat di jalan mengejar kekuatan.
Zirah pahlawan yang pernah menjunjung senjata legendaris untuk menaklukkan monster raksasa itu sudah berubah menjadi sisik monster, senjatanya sudah berubah menjadi cakar yang menyatu dengan tangannya. Darahnya sudah menjadi api yang membara. Sepasang matanya hanya memancarkan kebuasan tanpa menyisakan kebijakan manusia. Suara yang pernah memanggilnya "sahabat" itu berubah menjadi raungan yang mendesis.

Kata-kata dalam ujian itu berubah menjadi pertanda "kiamat" (Finality) yang sudah dekat.
Apa dirinya sendiri juga ... akan berubah menjadi "pertanda kejahatan"?