Yunli

Seorang pemburu pedang dari Xianzhou "Zhuming" dan cucu perempuan kesayangan "Flaming Heart", Jenderal Huaiyan. Memiliki kepribadian yang jujur dan terus terang.
Dia belajar ilmu pedang dan seni menempa dengan Huaiyan sejak kecil, dan adalah ahli pedang jenius yang kedua paling muda di "Flamewheel Octet".
Memiliki kebencian mendalam terhadap pedang-pedang terkutuk yang beredar dari Zhuming, dan bersumpah untuk "memburu dan melenyapkan semua pedang terkutuk".

Ketika melihat ayahnya menempa pedang, hawa panas yang tersembur keluar dari tungku pedang bisa membuat perutnya langsung kelaparan. Biasanya dia akan menghilang dalam beberapa jam berikutnya. Dia harus diam-diam pergi ke pasar dan mengenyangkan perutnya supaya bisa mengamati dan belajar dengan baik.

"Sate sosis buatan toko ini selalu disajikan lebih cepat dari tempat lainnya. Kokinya cepat sekali waktu tusuk sosisnya, sekali tusuk langsung di tengah, tidak bakal miring. Kalau dia latihan pedang, tebasannya pasti kencang sekali." Sembari berpikir seperti itu, dia pun ikut berbaris di ujung antrean.

Biasanya Nyonya Bos yang masak di warung nasi kepal wijen ini, tapi hari ini malah suaminya. Otot lengan bawahnya kelihatan lebih kuat dari lehernya, sepertinya pernah latihan pedang. Nasi yang dia kepal juga besar-besar. Setiap nasi kepal lebih besar tiga kali dari biasanya. Dia pun langsung mendekat: "Aku beli dua ya, nasinya banyakan."

Akar teratai manis goreng yang dijual oleh pria berbaju hijau tidak pernah konsisten kualitasnya, tapi hari ini kelihatannya lumayan juga. Manis tapi tidak bikin enek. Luarnya garing, dalamnya lembut. Setelah habiskan satu buah, dia terdiam dan menoleh kembali setelah berjalan beberapa langkah. Hari ini dia oleskan sirop sambil putar pergelangan tangannya dengan berirama ... Itu gerakan dari latihan pedang. Sejak kapan dia bisa begitu? "Hmm ... kelihatannya ilmu pedang juga bisa dipakai dalam teknik masak ...."

Hari sudah senja ketika dia kenyang dan pulang ke rumah. Di halaman rumahnya ada seorang pria yang memakai helm sedang menerima sebilah pedang baru dari tangan ayahnya.
"Terima kasih, Master Hanguang. Aku pasti akan ... basmi semua kejahatan." Seperti warna lembayung senja, keteguhan orang itu tampak bercampur dengan keputusasaan.

Yunli sama sekali tidak memedulikan matahari senja. Dia hanya memperhatikan pria berhelm yang berbadan besar dan kuat malah memakai pedang yang tipis dan ringan. Sudut kemiringan pedang itu jauh lebih besar dari pedang biasa, bentuk seperti itu lebih cocok digunakan untuk menghadapi musuh dari arah yang berbeda ... tapi setelah menerima pedang, pria itu malah memeriksa kekuatan tali kekangnya ....

"Dia kavaleri penyerang kan ya? Hmph, pedangnya sudah sangat ringan, untuk apa dia andalkan tali kekang supaya pedang itu tidak lepas dari tangannya? Kemampuan berkudanya memang lumayan ... tapi tampangnya kayak calon-calon desertir. Dia tidak pantas menghunus pedang Ayah."

Hanguang menatap Yunli dengan terkejut.
"Kamu makan sebanyak itu biar matamu jadi lebih jeli, kan?"

Dia mengikuti suara dan tiba di salah satu sudut bengkel tempa, tapi ayahnya tidak ada di sana. Yunli hanya melihat rangka pedang besar yang terbuat dari besi campuran tergeletak di lantai, kemudian dia pun memungutnya. Rangka pedang itu lebih tinggi dari badannya. Dia memegang rangka pedang itu dengan penuh rasa penasaran sembari berpura-pura menjadi Hanguang yang sedang menempa pedang.

Tapi pedang besar ini masih belum selesai ditempa. Hanguang menempa pedang terkutuk Heliobus yang mengakibatkan terjadinya tragedi Flamewheel Forge. Yunli diselamatkan oleh Huaiyan yang tiba tepat waktu. Akhirnya, dia pun menjadi murid Huaiyan, dan pedang itu pun dia bawa bersamanya.

"Yunli, kalau bahannya terlalu melebihi standar, pedangnya juga akan jadi gampang patah." Ujar teman sekelas yang mencoba untuk mengingatkan Yunli dan pedangnya ... yang sedang mengkritik metodenya dengan cara yang menyebalkan.
"Kamu sombong sekali sih, mendingan kamu berkaca deh."
Teman sekelasnya memandangi Yunli dengan wajah bingung dan canggung, Yunli pun menatap pedang yang hanya terdiam di pelukan teman sekelasnya itu sambil berkata,"Maaf ya, maksudnya bukan kamu ... tapi pedangmu."

"Namaku Radiance karena bilahku yang tajam dan gagangku selalu berkilau."
Yunli tahu pedang itu akan disimpan pemiliknya di dalam gudang harta untuk menjaganya tetap berkilau.
"Namaku Jasminette. Aku suka bunga melati yang diukir di atas gagang pedangku."
Yunli tahu Jasminette tidak suka nama yang dinamai sembarangan oleh pemiliknya, tapi dia tetap senang karena merasa dihargai.

Suara pedang lebih tulus dari suara manusia.
Pedang terkutuk yang membuat orang kehilangan akal sehat dan pemandangan berdarah itu ... tetap melekat dalam memorinya, atau mungkin melekat dalam memori pedang itu. Tapi pedang itu tetap diam seribu bahasa dan tidak pernah mengungkit masa lalu itu di hadapannya.

"Kamu juga lihat bayangan pedang yang haus darah itu kan?"
"Kalau dipikir-pikir lagi, para Heliobus itu juga tidak bisa kendalikan kamu. Kamu membosankan sekali, sudah besar, tumpul lagi."
Pedang itu tiba-tiba tertegun, lalu mengeluarkan lapisan bubuk berwarna hitam legam yang berjatuhan dan tampak seperti nebula yang mengagumkan.
"Jadi kamu ditinggalkan orang itu karena menolak Heliobus ... Pedang yang belum jadi seperti kamu saja bisa paham, kenapa Ayah ... malah ...."
"Tapi, sebenarnya pedang itu kapan bisa disebut selesai 'ditempa' sih ...?"
Dia menjulurkan tangan untuk menyentuh sisi pedang itu. Meski tidak memiliki mata pedang, tapi tetap terasa tajam.
"Kok kamu diam lagi sih? Dasar besi tidak berguna ... aku panggil kamu 'Old Mettle' saja deh."
"Tidak perlu khawatir. Bagi orang lain, mungkin kamu cuma pedang yang tidak punya mata pedang, tapi niat itu bukan dinilai dari tajam atau tumpulnya."
"Semua yang kuayunkan adalah pedang tajam."
"Ayo, Old Mettle, sudah waktunya kamu lihat dunia."

"Kenapa mau rebut pedang pusaka orang lain?"
Huaiyan menghela napas, sedangkan Yunli merasa tidak terima setelah tahu dilaporkan lagi ke kakeknya karena masalah sepele ini.
"Meski tidak punya darah dan daging, pedang bisa rasakan harapan penempanya dan menyerap tekad pendekar pedang yang memakainya. Kamu pernah terpikir tidak kalau pedang akan kehilangan jiwanya begitu terpisah dari tangan pemiliknya?"
"Tapi yang namanya manusia juga berbeda-beda. Ada yang pakai pedang terkenal sebagai simbol statusnya untuk permudah segala urusan, ada yang pakai pedang pusaka warisan keluarga untuk tindas yang lemah, ada yang pakai pedang peninggalan kakaknya yang anggota Cloud Knight untuk pamer ke orang lain ... Pedang orang-orang seperti itu yang mau aku rebut."
Huaiyan melihat ke Blade of Forged Remnants belakang Yunli. Rangka pedang dari besi tempa yang dinamai 'Old Mettle' itu terlihat kokoh dan tajam meski belum selesai ditempa ... sama seperti gadis yang ada di hadapannya.
"Yang jelas aku tidak tahan kalau lihat pedang pusaka disia-siakan orang."
"Jadi, kamu akan bawa pedang itu ke mana-mana setelah kamu dapatkan?"
"Hmm ... aku kan sudah punya Old Mettle. Itu namanya tidak setia dong ...."
"Bagaimana dengan pedang yang kamu dapatkan sebelumnya? Mau kamu gantung di tempat tinggi dan tutupi kilauannya?"
"Tentu saja tidak! Aku belum kepikiran sampai sana ... bagaimana kalau adu ilmu pedang? Aku kasih pedangnya kalau menang!"
"Paksakan kehendak dan carikan pemilik yang baru itu bukan jalan yang terbaik buat pedang-pedang itu."
Melihat Yunli yang tampak bingung, Huaiyan pun tertawa dan tidak berpura-pura serius lagi.
"Kamu masih kecil. Tidak perlu pikirkan masalah seberat itu ...."

Tapi dia tidak bisa berhenti memikirkannya. Memori akan masa lalu itu pun masih terus menghantuinya. Di luar jendela, tampak pemandangan langit yang menjadi gelap setelah matahari terbenam.
Jadi, sebenarnya siapa yang putuskan pilihannya, pedang atau manusia?

Dia membalikkan pedang itu supaya lidah api bisa menjangkau seluruh bagian. Rasa kebencian yang pahit muncul dalam dirinya meskipun suhu Molten Remains sangat panas.

Yunli melihat ke jendela dan memandang matahari senja tanpa ekspresi di wajahnya. Seiring dengan bertambahnya usia, pertanyaan di masa lalu pun pelan-pelan mulai terjawab.

Heliobus ... menyerap emosi dan menelan perasaan manusia ... Sedangkan pedang adalah senjata yang ujungnya diarahkan ke musuh dengan penuh kebencian. Pedang tajam yang dirasuki Heliobus akan terus menyerap kemarahan, rasa haus darah, dan kekejaman di dalam bayangan pedang itu, menelan akal sehat pengguna pedang itu, dan akhirnya berubah menjadi "pedang terkutuk".

"Apa kamu tahu apa yang dia rasakan waktu ayunkan pedangnya? Antusias ... arogan ... dan merasa dirinya yang paling hebat! Dia cuma Cloud Knight biasa, selamanya cuma bisa jadi pengikut! Ratusan tahun bahkan sampai selamanya pun dia tidak akan bisa wujudkan impiannya. Aku yang bantu dia wujudkan! Atas dasar apa kamu ...."
Dia kembali menambahkan api. Pedang terkutuk yang sudah mau mati memang terlalu banyak bicara.

"Huh ... Kamu tahu tidak dia pernah tinggalkan pedangnya dan kabur dari medan pertempuran? Manusia memang pengecut! Kamu kira kamu lagi kerjakan sesuatu yang berguna? Selama manusia masih punya hasrat, perburuanmu tidak akan ada habisnya ...."
Setelah itu, dia memang bersumpah untuk memburu semua pedang terkutuk dan mencoba menebus dosa Hanguang, tapi dosa orang itu memang susah untuk ditebus, dia pun tidak ingin hidup dengan memikul dosa. Meski pemandangan di sana tercemar oleh hawa panas, ekspresi tegar Yunli tetap terlihat begitu jelas.
"Aku memang tidak tahan lihat pedang bagus disia-siakan orang, tapi aku juga tidak mau lihat orang baik terpengaruh oleh pedang jahat."
"Iblis haus darah seperti kalian tidak pantas untuk menilai baik atau buruknya sebilah pedang."
"Orang jahat harus dihukum, pedang jahat harus dilebur. Kalau kamu sih, masuk ke dalam tungku lagi sana."

Api tungku itu menelan pedang terkutuk dan mengubahnya menjadi besi cair yang mendidih dan melontarkan percikan api, seperti pedang yang baru akan ditempa. Inilah jawaban yang dia temukan.
"Kenapa pedang terkutuk tidak dilebur saja? Kalau dilebur jadi besi cair, selain bisa terhindar dari orang yang sia-siakan pedang itu, mereka juga bisa dijadikan pedang lagi waktu sudah ketemu orang yang memang layak untuk jadi pemiliknya."
Dia menutup pintu tungku. Pikirannya pun melayang di tengah hawa panas.
Semuanya sedang terlahir kembali.